Bagaimana Hukum Shalat Sambil Menangis, Apa Sah?



Tolong Share -Pernahkan melihat orang yang shalat hingga menangis sesenggukan? Atau anda sendiri pernah menangis ketika sedang melakukan sholat. Bagaimana hukumnya shalat sambil menangis seperti itu? Berikut ini ulasan kami.Allah SWT berfirman, “Dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam: 58).

 
Dalam hadits disebutkan, dari ‘Abdullah bin Asy-Syikkhir, ia berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat, ketika itu beliau menangis. Dari dada beliau keluar rintihan layaknya air yang mendidih.” (HR. Abu Daud no. 904 dan Tirmidzi dalam Asy-Syamail Al-Muhammadiyah no. 322. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit keras, ada seseorang yang menanyakan imam shalat kemudian beliau bersabda, “Perintahkan pada Abu Bakr agar ia mengimami shalat.”

‘Aisyah lantas berkata, ”Sesungguhnya Abu Bakr itu orang yang sangat lembut hatinya. Apabila ia membaca Al-Qur’an, ia tidak dapat menahan tangisnya.” Namun beliau bersabda, “Tetap perintahkan Abu Bakr untuk menjadi imam.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 713 dan Muslim no. 418).

berdasarkan keterangan yang ada di hadits dan quran, menangis saat shalat kerena takut pada Allah SWT tidak membatalkan shalat.
Beberapa pandangan ulama madzhab soal hal ini,

Ulama Hanafiyah berpandangan bahwa jika menangis dalam shalat dikarenakan sedih pada musibah, maka itu membatalkan shalat. Karena seperti itu dianggap sebagai kalam manusia (perkara di luar shalat, pen.). Namun jika karena mengingat surga dan takut pada neraka, shalatnya tidaklah batal. Seperti itu menunjukkan bertambahnya khusyuk. Sedangkankhusyuk adalah ruh dari shalat.

Ulama Malikiyah berpandangan bahwa menangis dalam shalat bisa jadi dengan suara atau tanpa suara. Jika menangis tanpa suara, shalatnya tidak batal. Jika dengan suara, shalatnya batal. Sedangkan jika menangisnya dengan suara dan itu atas dasar pilihannya, shalatnya batal. Jika bukan atas pilihannya dan didasari karena sangat khusyuknya, shalatnya tidak batal walaupun banyak. Namun kalau bukan karena khusyuknya, shalatnya batal.

Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa jika menangisnya keluar dua huruf, maka membatalkan shalat karena seperti itu meniadakan shalat. Meskipun ketika itu menangisnya karena takut akhirat. Ini pendapat yang paling kuat dalam madzhab Syafi’i, walau dalam madzhab Syafi’iyah sendiri ada yang menyelisihi pendapat tersebut.

Ulama Hambali berpendapat bahwa jika menangisnya terdiri dari dua huruf, itu muncul karena khasyah (rasa takut yang besar), atau bahkan sambil tersedu-sedu, tidaklah membatalkan shalat. Karena seperti karena terhanyut dalam dzikir. Begitu juga kalau seseorang tidak khusyuk lalu menangis dalam shalat, shalatnya batal.

Ibnul Qayyim mengatakan dalam Zadul Ma’ad, “Memaksakan diri untuk menangis disebut at-Tabaki, ada dua macam. Ada yang terpuji dan ada yang tercela. Memaksakan diri untuk nangis yang terpuji adalah berusaha menangis dalam rangka melembutkan hati dan agar takut kepada Allah, bukan karena riya atau sum’ah (pamer). Sementara memaksa nangis yang tercela adalah sok nangis untuk dilihat orang lain.” (Zadul Ma’ad, 1/175).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menerangkan, “Menangis dalam shalat jika karena takut pada Allah dan mengingat perkara akhirat, begitu pula karena merenung ayat yang dibaca seperti saat melewati ayat-ayat yang menyebutkan janji dan ancaman, maka tidak membatalkan shalat. Adapun jika menangis tersebut karena musibah yang menimpa atau semacamnya, maka membatalkan shalat. Bisa membatalkan karena menangis tersebut berkaitan dengan perkara di luar shalat. Karenanya memikirkan perkara-perkara di luar shalat atau perkara lain mesti dihilangkan agar tidak membatalkan shalat. Intinya, memikiran berbagai macam hal yang tidak terkait dengan shalat berakibat kekurangan saja di dalam shalatnya.” (Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb, 9: 141). Wallahu a’lam.

Sumber : http://www.sholihah.web.id