Benarkah Hj. Irene Handono Seorang mantan Biarawati, Simak Biografinya

Tolong Share - Benarkah Hj. Irene Handono Ahli kristologi dan Ustadzah adalah mantan biarawati ?
Mari kita simak biografi beliau agar kita tahu dan dapat menyimpulkan sendiri apakah beliau benar mantan biarawati atau bukan. 


Profil Mualaf Irena Handono atau Irene Handono
lahir di Surabaya, Jawa Timur, 20 Juli 1954; merupakan seorang ustadzah asal Indonesia. Terlahir dari keluarga keturunan Cina/Tionghoa yang beragama Katolik taat, Irena mendalami ilmu agama sejak usia dini. Saat remaja ia aktif sebagai salah satu pengurus di organisasi gereja. Ia lantas memutuskan untuk menjadi seorang ahli agama dengan kuliah di Instituit Filsafat Teologia sekaligus juga belajar menjadi seorang biarawati. Saat kuliah di Instituit Filsafat Teologia Irena kemudian sedikit banyak mengenal tentang agama Islam ketika ia mengambil mata kuliah Islamologi.
Perkenalannya dengan agama Islam kemudian membawanya untuk lebih memahami seluk beluk agama tersebut sampai akhirnya pada tahun 1983 ia memutuskan untuk beralih agama ke Islam dengan mengucap syahadat di Mesjid Al-Falah Surabaya. Usai memeluk agama Islam, Irena Mualaf kemudian aktif di beberapa lembaga Islam, diantaranya ICMI dan juga mendirikan Irena Center dimana ia menjadi ketuanya sampai saat ini.
Penuturan kisah Irene Handono kepada tim Majalah Hidayah 
Saya dibesarkan dalam keluarga yang religius. Ayah dan ibuku merupakan pemeluk Katolik yang taat. Sejak bayi Saya sudah dibabtis, dan sekolah seperti anak-anak lain. Saya juga mengikuti kursus agama secara privat. Ketika remaja Saya aktif di organisasi gereja.
Sejak masa kanak-kanak, saya sudah termotivasi untuk masuk biara. Bagi orang Katolik, hidup membiara adalah hidup yang paling mulia, karena pengabdian total seluruh hidupnya hanya kepada Tuhan. Semakin saya beranjak dewasa, keinginan itu sedemikian kuatnya, sehingga tujuan satu-satunya dalam hidupku adalah menjadi biarawati.
Kehidupanku nyaris sempurna, saya terlahir dari keluarga yang kaya raya, jikalau diukur dari materi. Rumah saya luasnya 1000 meter persegi. Bayangkan, betapa besarnya. Kami berasal dari etnis Tionghoa. Ayah saya adalah seorang pengusaha terkenal di Surabaya, beliau merupakan salah satu donatur terbesar gereja di Indonesia. Saya anak kelima dan perempuan satu-satunya dari lima bersaudara.
Saya amat bersyukur karena dianugrahi banyak kelebihan. Selain materi, kecerdasan yang saya miliki cukup lumayan. Prestasi akademik saya selalu memuaskan. Saya pernah terpilih sebagai ketua termuda pada salah satu organisasi gereja.
Ketika remaja saya layaknya remaja pada umumnya, punya banyak teman, saya dicintai oleh mereka, bahkan saya menjadi favorit bagi kawan-kawan. Intinya, masa muda saya dihabiskan dengan penuh kesan, bermakna, dan indah. Namun demikian saya tidak larut dalam semaraknya pergaulan muda-mudi, walalupun semua fasilitas untuk hura-hura bahkan foya-foya ada. Keinginan untuk menjadi biarawati tetap kuat.
Ketika saya lulus SMU, saya memutuskan untuk mengikuti panggilan Tuhan itu. Tentu saja orang tua saya terkejut. Berat bagi mereka untuk membiarkan anak gadisnya hidup terpisah dengan mereka. Sebagai pemeluk Katolik yang taat, mereka akhirnya mengikhlaskannya. Sebaliknya dengan kakak-kakak saya, mereka justru bangga punya adik yang masuk biara. Tidak ada kesulitan ketika saya melangkah ke biara, justru kemudahan yang saya rasakan. 
Dalam usia 19 tahun, saya harus menekuni dua pendidikan sekaligus, yakni pendidikan di biara, dan di seminari, dimana saya mengambil Fakultas Comparative Religion, Jurusan Islamologi. Di tempat inilah untuk pertama kali saya mengenal Islam. Di awal kuliah, dosen memberi pengantar bahwa agama yang terbaik adalah agama kami sedangkan agama lain itu tidak baik. Beliau mengatakan, Islam itu jelek. Di Indonesia yang melarat itu siapa?, Yang bodoh siapa? Yang kumuh siapa? Yang tinggal di bantaran sungai siapa? Yang kehilangan sandal setiap hari jumat siapa? Yang berselisih paham tidak bisa bersatu itu siapa? Yang jadi teroris siapa? Semua menunjuk pada Islam. Jadi Islam itu jelek.
Saya mengatakan kesimpulan itu perlu diuji, kita lihat negara-negara lain, Philipina, Meksiko, Italia, Irlandia, dan negara-negara yang mayoritas kristiani lainya, itu tidak kalah amburadulnya. Saya juga mencontohkan negara-negara penjajah seperti terbentuknya negara Amerika dan Australia, sampai terbentuknya negara Yahudi Israel itu, mereka dari dulu tidak punya wilayah, lalu merampok negara Palestina. Jadi tidak terbukti kalau Islam itu simbol keburukan. Saya jadi tertarik mempelajari masalah ini. Solusinya, Saya minta ijin kepada pastur untuk mempelajari Islam dari sumbernya sendiri, yaitu al- Qur'an dan Hadits. Usulan itu diterima, tapi dengan catatan, saya harus mencari kelemahan Islam.
Kebenaran surat Al Ikhlas
Ketika pertama kali memegang kitab suci al-Qur'an, saya bingung. Kitab ini, mana yang depan, mana yang belakang, mana atas, dan mana yang bawah. Kemudian Saya amati bentuk hurufnya, saya semakin bingung. Bentuknya panjang-panjang, bulat-bulat, akhirnya saya ambil jalan pintas, saya harus mempelajari dari terjemah.
Ketika Saya pelajari dari terjemahan, karena saya tak mengerti bahwa membaca al-Quran dimulai dari kiri, Saya justru terbalik dengan membukanya dari kanan. Surat Al Ihlas merupakan surah yang pertama kali saya lihat.
Saya membacanya, bagus surat al-Ikhlas ini, puji saya. Suara hatiku membenarkan bahwa Allah itu Ahad (satu), Allah itu satu, Allah tidak beranak, tidak diperanakkan dan tidak sesuatu pun yang menyamai Dia. "Ini 'kok bagus, dan bisa diterima!" puji saya lagi.
Pagi harinya, saat kuliah teologia, dosen saya mengatakan, bahwa Tuhan itu satu tapi pribadinya tiga, yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Putra dan Tuhan Roh Kudus. Tiga Tuhan dalam satu, satu Tuhan dalam tiga, ini yang dinamakan trinitas, atau tritunggal. Malamnya, ada yang mendorong saya untuk mengkaji lagi surat al-Ihklas. "Allahhu ahad, ini yang benar," putus saya pada akhirnya.
Maka hari berikutnya terjadi dialog antara saya dan dosen-dosen saya. Saya katakan, "Pastur (Pastur), saya belum paham hakekat Tuhan."
"Yang mana yang anda belum paham?" tanya Pastur.
Dia maju ke papan tulis sambil menggambar segitiga sama sisi, AB=BC=CA. Saya dijelaskan, segitiganya satu, sisinya tiga, berarti tuhan itu satu tapi pribadinya tiga. Tuhan Bapak sama kuasanya dengan Tuhan Putra sama dengan kuasanya Tuhan Roh Kudus. Demikian Pastur menjelaskan.
"Kalau demikian, suatu saat nanti kalau dunia ini sudah moderen, iptek semakin canggih, Tuhan kalau hanya punya tiga pribadi, tidak akan mampu untuk mengelola dunia ini. Harus ada penambahnya menjadi empat pribadi," saya bertanya lebih mendalam.
Dosen menjawab, "Tidak bisa!"
Saya jawab bisa saja, kemudian saya maju ke papan tulis, saya gambar bujur sangkar. Kalau dosen saya mengatakan Tuhan itu tiga dengan gambar segitiga sama sisi, sekarang saya gambar bujur sangkar. Dengan demikian, bisa saja saya simpulkan kalau tuhan itu pribadinya empat. Pastur bilang, tidak boleh.
Mengapa tidak boleh? Tanya saya semakin tak mengerti.
"Ini dogma, yaitu aturan yang dibuat oleh para pemimpin gereja!" tegas Pastur.
Saya katakan, kalau saya belum paham dengan dogma itu bagaimana?
"Ya terima saja, telan saja. Kalau anda ragu-ragu, hukumnya dosa!" tegas Pastur mengakhiri. Walaupun dijawab demikian, malam hari ada kekuatan yang mendorong saya untuk kembali mempelajari Surat Al-Ikhlas. Ini terus berkelanjutan, sampai akhirnya saya bertanya kepada Pastur,
"Siapa yang membuat mimbar, membuat kursi, meja?" Dia tidak mau jawab.
"Coba Anda jawab!" Pastur balik bertanya. Dia mulai curiga. Saya jawab, “itu semua yang buat tukang kayu”.
"Lalu kenapa?" tanya Pastur lagi.
"Menurut saya, semua barang itu walaupun dibuat setahun lalu, sampai seratus tahun kemudian tetap kayu, tetap meja, tetap kursi. Tidak ada satu pun yang membuat mereka berubah jadi tukang kayu," saya mencoba menjelaskan.
"Apa maksud Anda?" Tanya Pastur penasaran.
Saya kemudian memaparkan, bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dan seluas isinya termasuk manusia. Dan manusia yang diciptakan seratus tahun lalu sampai seratus tahun kemudian, sampai kiamat tetap saja manusia, manusia tidak mampu mengubah dirinya menjadi Tuhan, dan Tuhan tidak boleh dipersamakan dengan manusia.
Malamnya, kembali saya kaji surat al-Ikhlas. Hari berikutnya, Saya bertanya kepada Pastur, "Siapa yang melantik RW?" Saya ditertawakan. Mereka pikir, “ini kok ada suster yang tidak tahu siapa yang melantik RW?”.
"Sebetulnya saya tahu," ucap saya.
"Kalau anda tahu, mengapa anda  bertanya? Coba jelaskan!", tantang mereka.
"Menurut saya, yang melantik RW itu pasti eselon di atasnya, yaitu lurah atau kepala desa, kalau sampai ada RW dilantik RT jelas pelantikan itu tidak sah."
"Apa maksud anda?" Mereka semakin tak mengerti.
Saya mencoba menguraikan, "Menurut pendapat saya, Tuhan itu menciptakan alam semesta dan seluruh isinya termasuk manusia. Manusia itu hakekatnya sebagai hamba Tuhan. Maka kalau ada manusia melantik sesama manusia untuk menjadi Tuhan, jelas pelantikan itu tidak sah”.
Malam berikutnya, saya kembali mengkaji surat al-Ikhlas. Kembali terjadi dialog-dialog, sampai akhirnya saya bertanya mengenai sejarah gereja.
Menurut semua literatur yang saya pelajari, dan kuliah yang saya terima, Yesus untuk pertama kali disebut dengan sebutan Tuhan, dia dilantik menjadi Tuhan pada tahun 325 Masehi. Jadi, sebelum itu dia belum menjadi Tuhan, dan yang melantiknya sebagai Tuhan adalah Kaisar Constantin kaisar Romawi.
Pelantikan manusia jadi tuhan terjadi dalam sebuah Konsili (konferensi atau muktamar) di kota Nicea. Untuk pertama kali Yesus berpredikat sebagai Tuhan. Maka silahkan umat kristen di seluruh dunia ini, silahkan mencari cukup satu ayat saja dalam injil, baik Matius, Markus, Lukas, Yohanes, mana ada satu kalimat Yesus yang mengatakan 'Saya Tuhanmu'? Tidak pernah ada. Mereka kaget sekali dan mengaggap saya sebagai siswa yang kritis. Dan sampai pada pertemuan berikutnya, dalam al-Quran yang saya pelajari, ternyata saya tidak mampu menemukan kelemahan al-Qur'an. Bahkan, saya yakin tidak ada manusia yang mampu.
Kebiasaan mengkaji al-Qur'an tetap saya teruskan, sampai saya berkesimpulan bahwa agama yang hak itu cuma satu, Islam. Subhanaallah

Berdasarkan informasi yang kudapat dari seorang ustad yang menjadi sahabat Bu Irene, ustadzah Irene belum sempat jadi biarawati. Jadi beliau masih siswa sekolah teologia saat itu dan belum menjadi seorang biarawati di biara katolik. Itulah fakta yang aku tahu. 


Alhamdulillah hingga saat ini ustadzah Irene menjadi ketua organisasi Irena Center. Beliau adalah mualaf yang rajin berdakwah menyebarkan Islam dan banyak menulis buku-buku kristologi dan buku menjawab fitnah misionaris. 

sumber ; http://www.mygodisone.com