Jika Babi Haram, Lantas Mengapa Ia Di Ciptakan? ini Jawaban Yang Akan Mengejutkan Anda!!
Tolong share – Babi adalah hewan omnivora yang berarti mereka makan makanan baik daging maupun tumbuh tumbuhan, Kenapa babi sampai di haramkan Oleh Allah SWT,
Inilah beberapa ulasan dan mengapa babi di ciptakan dan tidak boleh dimakan manusia
Pengharaman Babi dan Segala macam Unsurnya
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al- Baqarah: 173).
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al-Maidah: 3).
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 115).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Begitu juga dilarang memakan daging babi baik yang mati dengan cara disembelih atau mati dalam keadaan tidak wajar. Lemak babi pun haram dimakan sebagaimana dagingnya karena penyebutan daging dalam ayat cuma menunjukkan keumuman (aghlabiyyah) atau dalam daging juga sudah termasuk pula lemaknya, atau hukumnya diambil dengan jalan qiyas (analogi).” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2: 36)
Yang jelas haramnya babi adalah berdasarkan ijma’ atau kata sepakat ulama sebagaimana dikatakan oleh Ibnul ‘Arabi rahimahullah. Penyusun Ahkam Al-Qur’an ini berkata, “Umat telah sepakat haramnya daging babi dan seluruh bagian tubuhnya. Dalam ayat disebutkan dengan kata ‘daging’ karena babi adalah hewan yang disembelih dengan maksud mengambil dagingnya. … Dan lemak babi termasuk dalam larangan daging babi.” (Ahkam Al-Qur’an, 1: 94).
Hikmah mengapa babi itu diharamkan
Hewan yang diharamkan pasti akan memberikan pengaruh bagi orang yang memakannya. Dan ini berlaku untuk makanan haram secara umum.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Diharamkan darah yang dialirkan karena darah seperti itu dapat membangkitkan syahwat dan menimbulkan amarah. Jika terus dikonsumsi, maka akan membuat seseorang bersikap melampaui batas. Saluran darah inilah tempat mengalirnya setan pada badan manusia. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setan itu bisa menyusup dalam diri manusia melalui saluran darahnya.” (HR. Bukhari, no. 3281; Muslim, no. 2175).” (Disebutkan oleh Al-Qasimi dalam tafsirnya, 3: 41-42. Dinukil dari Tafsir Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, 1: 405.)
Begitu pula orang yang memakan binatang buas yang bertaring bisa mendapat pengaruh sombong dan congkak di mana sifat tersebut termasuk watak hewan buas. Ada juga hewan yang diharamkan karena sifatnya yang khobits(menjijikkan) seperti babi yang kita bahas kali ini. Maka orang yang gemar memakan babi akan punya sifat khobits pula. Juga yang memakan hewan ini bisa mewarisi sifat sombong dan angkuh sebagaimana babi.
Jika ada pengaruh jelek seperti di atas, kenapa dalam keadaan darurat masih dibolehkan untuk dimakan?
Jawabnya, karena kebolehannya dalam keadaan darurat seperti itu mengingat bahwa mengambil maslahat dengan dipertahankannya jiwa lebih didahulukan daripada menolak bahaya seperti yang disebutkan. Karena bahaya di atas tidak diwarisi ketika dalam keadaan hajat yang besar seperti yang disebutkan. (Lihat kitab Al-Ath’imah karya guru kami, Syaikh Shalih Al-Fauzan, hlm. 39-40. Lihat penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fatawa, 21: 585 dan 20: 340)
Di antara kisah yang menunjukkan hikmah pengharaman babi adalah sebagaimana yang diceritakan oleh Hj. Ummu Salamah, SH dalam bukunya tentang vaksinasi.
Ada seorang muslim bersama rekannya orang barat pernah melakukan suatu test kepada 3 ekor babi dan 3 ekor ayam, yang masing-masing adalah 2 jantan dan 1 betina. Dan hasilnya adalah:
Ketika 2 ekor ayam jantan dan 1 ayam betina dilepas, maka 2 ayam jantan saling bertarung hingga satu tewas/ kalah untuk merebutkan betina. Namun apa yang terjadi ketika 2 ekor babi jantan dan 1 ekor babi betina dilepas? Ternyata babi jantan yang satu membantu yang lain untuk melaksanakan hajat seksualnya pada si betina.
Muslim itu pun mengatakan, “Inilah! Daging babi itu membunuh ghirah (rasa cemburu) orang yang memakannya dan ini terjadi pada kaum kalian.”
Kenapa Babi Diciptakan?
Jika memakan babi itu haram, kenapa Allah menciptakan babi?
Moga pertanyaan ini bukan mengetes dan bukan bercanda. Namun benar ingin bertanya.
Pertanyan itu sama saja maksudnya, kenapa sampai Allah menciptakan sesuatu yang buruk?
Maka pertanyaan itu sama juga dengan, kenapa Allah menciptakan setan?
Bukankah semau Allah, memerintah apa saja dan melarang apa saja? Tugas kita sebagai hamba-Nya adalah, sami’naa wa atho’naa, yaitu dengar dan taat.
Kalau mau dinyatakan sebagai orang beriman yang benar,
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nuur: 51)
Yang Harus Direnungkan
Allah Ta’ala berfirman,
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
“Allah tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS. Al-Anbiya’: 23)
Tentang ayat tersebut, Ibnu Katsir rahimahullahberkata, Allah itu Al-Hakim yang tidak ada yang bisa menentang ketetapan Allah karena kebesaran dan keagungan Allah. Karena Allah menetapkan sesuatu dengan Maha Adil dan penuh kelembutan. Makhluk-Nya lah yang ditanya oleh Allah atas apa yang mereka amalkan kelak.
Surat Al-Anbiya’ ayat 23 menerangkan bahwa setiap muslim tidak mesti mengetahui hikmah dari apa yang dilakukan oleh Allah Ta’ala. Manusia hanya punya kewajiban untuk membenarkan dan beriman karena Allah yang lebih mengetahui mana yang terbaik untuk diri kita daripada diri kita sendiri. Allah tidak mungkin melarang dan menjauhkan kita dari sesuatu kecuali pasti mengandung mudarat (bahaya) bagi kita. Begitu pula Allah tidak mungkin memerintahkan dan mendekatkan kita pada sesuatu kecuali pasti ada kebaikan di dalamnya.
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آَمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raf: 157)
Namun terkadang, Allah melarang sesuatu dan menjelaskan hikmahnya pada kita.
Semoga Allah memberi taufik untuk menerima hukum dan ketentuan Allah.
Semoga bermanfaat bagi kita semua
Sumber : https://rumaysho.com