Hidup di Dua Alam, Benarkah Kepiting Haram Dimakan? Warning
Tolong share - Sahabat tolong share, Apakah anda suka kepiting ? Tentunya sebagian manusia sangat menyukainya, apalagi kalau di kasih bumbu saus tiram.. hmmz rasanya enak sekali. Namun habitat kepiting yang diduga hidup di dua alam menimbulkan pro dan kontra tentang halal atau haramnya hewan ini untuk dikonsumsi. Terlebih adanya perbedaan pendapat diantara kalangan ulama di Indonesia terkait hal tersebut, membuat masyarakat bingung tentang status hukum mengkonsumsi kepiting yang masih dipertanyakan kehalalannya.
Ada dua perbedaan pendapat ulama yang menjelaskan tentang perkara ini, yaitu kepiting halal dan haram jika dimakan. Pendapat yang menyatakan bahwa hewan ini haram dimakan merujuuk pada kitab al-Maj’mu’ Syarah al-Muhaddzab. Dalam kitab ini dijelaskan bahwa kepiting bisa hidup di darat dan di air sehingga dikategorikan memiliki habitat dua alam. Mayoritas ulama yang menyatakan haram mengacu pada pendapat ini.
Sementara pendapat ulama yang menyatakan bahwa kepiting halal dimakan merujuk pada beberapa surat dalam Al-Quran. Menanggapi kontroversi yang terjadi di masyarakat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan kajian untuk menetapkan halal atau haramnya hewan ini untuk dimakan.
Keputusan MUI yang disahkan tahun 2012 lalu menetapkan bahwa hukum makan kepiting adalah halal. Menurut lembaga ini, kepiting adalah hewan yang habitatnya di air dan bernafas dengan insang, sehingga tidak dikategorikan hewan yang hidup di dua alam. Memang, hewan itu bisa bertahan di darat, namun waktunya terbatas. Bila ada persediaan air habis, maka kepiting akan mati.
MUI juga merujuk pada Surah Al-Maidah: 96 yang artinya “Dihalalkan bagi kalian untuk memburu hewan laut (ketika ihram) dan bangkai hewannya, sebagai kenikmatan bagi kalian dan sebagai (bekal) bagi para musafir (Al-Maidah: 96).
Hal ini juga diperkuat dengan Hadist Riwayat Abu Hurairah tentang sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa "Laut itu airnya suci dan bangkainya halal."
Dalam menetapkan halal dan haram, MUI memiliki tiga patokan diantaranya adanya dalil berupa nash (Al-Quran atau hadis) yang menyatakan makanan itu halal. Adanya nash yang menyatakan haram. Ketiga, tidak ada nash yang menyatakan haram atau halal. Makanan yang dinyatakan halal oleh nash, antara lain, binatang laut.
Menurut MUI, kepiting termasuk binatang yang tidak ditegaskan oleh nash tentang halal atau haramnya. Maka ketentuan hukumnya kembali kepada hukum asal segala sesuatu yang pada dasarnya adalah halal sepanjang tidak berdampak buruk bagi jasmani dan rohani.
Penetapan halal ini juga memperhatikan kitab-kitab dan pendapat ulama besar lainnya. Seperti pendapat Imam Al Ramli tentang binatang laut, pendapat Syeikh Muhammad al‐Kathib, serta pendapat peneliti yang telah melakukan kajian tentang habitat hidup kepiting.
Hal ini tentu menjadi pedoman bagi umat Islam yang awalnya ragu-ragu dengan hukum memakan hewan ini. Dengan adanya status ini, kini umat islam sudah bisa menikmati rezeki berupa makanan laut lezat yang bisa diolah menjadi menu istimewa.
Sementara itu di Indonesia hidup sekitar 2.500-an spesies kepiting. Dari jumlah yang ribuan tersebut, ada dua jenis kepiting yang menjadi favorit masyarakat Indonesia yakni jenis kepiting bakau dan rajungan. Beberapa wilayah perairan di beberapa pulau di Indonesia, justru menjadikan kepiting sebagai makanan sehari-hari mereka.
Semoga informasi diatas bisa menjadi ilmu baru bagi pembaca setia tolong share. Terimakasih sudah membacanya
Keputusan MUI yang disahkan tahun 2012 lalu menetapkan bahwa hukum makan kepiting adalah halal. Menurut lembaga ini, kepiting adalah hewan yang habitatnya di air dan bernafas dengan insang, sehingga tidak dikategorikan hewan yang hidup di dua alam. Memang, hewan itu bisa bertahan di darat, namun waktunya terbatas. Bila ada persediaan air habis, maka kepiting akan mati.
MUI juga merujuk pada Surah Al-Maidah: 96 yang artinya “Dihalalkan bagi kalian untuk memburu hewan laut (ketika ihram) dan bangkai hewannya, sebagai kenikmatan bagi kalian dan sebagai (bekal) bagi para musafir (Al-Maidah: 96).
Hal ini juga diperkuat dengan Hadist Riwayat Abu Hurairah tentang sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa "Laut itu airnya suci dan bangkainya halal."
Dalam menetapkan halal dan haram, MUI memiliki tiga patokan diantaranya adanya dalil berupa nash (Al-Quran atau hadis) yang menyatakan makanan itu halal. Adanya nash yang menyatakan haram. Ketiga, tidak ada nash yang menyatakan haram atau halal. Makanan yang dinyatakan halal oleh nash, antara lain, binatang laut.
Menurut MUI, kepiting termasuk binatang yang tidak ditegaskan oleh nash tentang halal atau haramnya. Maka ketentuan hukumnya kembali kepada hukum asal segala sesuatu yang pada dasarnya adalah halal sepanjang tidak berdampak buruk bagi jasmani dan rohani.
Penetapan halal ini juga memperhatikan kitab-kitab dan pendapat ulama besar lainnya. Seperti pendapat Imam Al Ramli tentang binatang laut, pendapat Syeikh Muhammad al‐Kathib, serta pendapat peneliti yang telah melakukan kajian tentang habitat hidup kepiting.
Hal ini tentu menjadi pedoman bagi umat Islam yang awalnya ragu-ragu dengan hukum memakan hewan ini. Dengan adanya status ini, kini umat islam sudah bisa menikmati rezeki berupa makanan laut lezat yang bisa diolah menjadi menu istimewa.
Sementara itu di Indonesia hidup sekitar 2.500-an spesies kepiting. Dari jumlah yang ribuan tersebut, ada dua jenis kepiting yang menjadi favorit masyarakat Indonesia yakni jenis kepiting bakau dan rajungan. Beberapa wilayah perairan di beberapa pulau di Indonesia, justru menjadikan kepiting sebagai makanan sehari-hari mereka.
Semoga informasi diatas bisa menjadi ilmu baru bagi pembaca setia tolong share. Terimakasih sudah membacanya
Sumber : http://www.infoyunik.com